Mengenal Bank Sampah Barokah Azalea

IMG-20140323-WA0014Istilah bank sampah mungkin masih aneh di telinga warga Azalea. Namun sebenarnya istilah bank sampah makin populer sekarang ini. terutama di kota-kota besar atau kota-kota satelit. Bank sampah merupakan konsep pengumpulan sampah kering dan dipilah serta memiliki manajemen layaknya perbankan tapi yang ditabung bukan uang melainkan sampah. Warga yang menabung yang juga disebut nasabah memiliki buku tabungan dan dapat meminjam uang yang nantinya dikembalikan dengan sampah seharga uang yang dipinjam.Sampah yang ditabung ditimbang dan dihargai dengan sejumlah uang nantinya akan dijual di pabrik yang sudah bekerja sama. Sedangkan plastik kemasan bisa dikumpulkan sendiri untuk didaur ulang menjadi barang-barang kerajinan.

Tujuan pendirian bank sampah sebenarnya bukan bank sampah itu sendiri. Bank sampah adalah strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat ‘berkawan’ dengan sampah untuk mendapatkan manfaat ekonomi langsung dari sampah. Jadi, bank sampah tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus diintegrasikan dengan gerakan 4R sehingga manfaat langsung yang dirasakan tidak hanya ekonomi, namun pembangunan lingkungan yang bersih, hijau dan sehat.

Di banyak tempat, bank sampah juga dapat dijadikan solusi untuk mencapai pemukiman yang bersih dan nyaman bagi warganya. Dengan pola ini maka warga selain menjadi disiplin dalam mengelola sampah juga mendapatkan tambahan pemasukan dari sampah-sampah yang mereka kumpulkan. Melihat berkembangnya fenomena ini,  Kementerian Lingkungan Hidup cukup positif menyambutnya. Oleh karena itu kementerian ini menargetkan membangun bank sampah di 250 kota di seluruh Indonesia.

Bila kita lihat bank sampah yang sudah banyak berdiri di Bandung, Malang dan beberapa daerah lain, sistem bekerjanya bank sampah barangkali bisa disamakan dengan bank-bank penyimpanan uang, para nasabah dalam hal ini masyarakat bisa langsung datang ke bank untuk menyetor. Bukan uang yang di setor, melainkan sampah yang mereka setorkan. Sampah tersebut di timbang dan di catat di buku rekening oleh petugas bank sampah. Dalam bank sampah, ada yang di sebut dengan tabungan sampah.

Hal ini adalah cara untuk menyulap sampah menjadi uang sekaligus menjaga kebersihan lingkungan dari sampah khususnya plastik sekaligus bisa dimanfaatkan kembali (reuse). Biasanya akan di manfaatkan kembali dalam berbagai bentuk seperti tas, dompet, tempat tisu, dan lain-lain. Syarat sampah yang dapat di tabung adalah yang rapi dalam hal pemotongan. Maksudnya adalah ketika ingin membuka kemasannya, menggunakan alat dan rapi dalam pemotongannya. Kemudian sudah di bersihkan atau di cuci.

Yang terakhir, harus menyetorkan minimal 1 kg. Ada dua bentuk tabungan di bank sampah. Yang pertama yaitu tabungan rupiah di mana tabungan ini di khususkan untuk masyarakat perorangan. Dengan membawa sampah kemudian di tukar dengan sejumlah uang dalam bentuk tabungan. Beberapa contoh kemasan plastik yang dapat di tukar yaitu menurut kualitas plastiknya. Kualitas ke 1 yaitu plastik yang sedikit lebar dan tebal (karung beras, detergen, pewangi pakaian, dan pembersih lantai). Kualitas ke 2 yaitu plastik dari minuman instan dan ukurannya agak kecil (kopi instan, suplemen, minuman anak-anak, dan lain-lain). Kualitas ke 3 yaitu plastik mie instan. Kemudian kualitas ke 4 yaitu botol plastik air mineral. Yang paling rendah yaitu kualitas 0 adalah bungkus plastik yang sudah sobek atau tidak rapi dalam membuka kemasannya. Karena akan susah untuk di gunakan kembali dalam berbagai bentuk seperti tas, dompet, tempat tisu, dan lain-lain. Untuk kualitas yang terakhir, harus disetor dalam bentuk guntingan kecil-kecil (dicacah).

IMG-20140323-WA0015Bentuk tabungan sampah yang kedua disebut tabungan lingkungan. Tabungan lingkungan adalah partisipasi perusahaan dan kalangan bisnis untuk pelestarian lingkungan. Tabungan ini tidak dapat diuangkan, tetapi nasabahnya akan dipublish ke media sebagai perusahaan atau kalangan bisnis yang melestarikan lingkungan.

Beberapa ibu warga RT 01 di Sektor Azalea mencoba merintis pendirian bank sampah ini. Tentu saja yang dilakukan ibu-ibu ini adalah model pertama. Mereka sudah berhasil menyusun kepengurusan bank sampah yang dinamakan BAROKAH AZALEA ini. Ada Ibu Novi, Ibu Desta, Ibu Yunita, Ibu Elis, Ibu Umi Ari dan ada sukarelawati yang bernama Ibu Sri. Hampir 100 persen ibu-ibu ini adalah warga RT 01. Tempatnya pun mengambil lokasi di balai pertemuan/ pos ronda RT 01 yang berada di ujung selatan Sektor Azalea.

Kenapa hanya di RT 01, tentu ini menimbulkan pertanyaan. Namun paling tidak rintisan bank sampah ini sudah dimulai di Sektor Azalea. Dalam sebuah pertemuan RT 02 Jul Jahja, mantan ketua RW 06 mengatakan bahwa rintisan ini baik. Namun sementara cukup satu dulu. Karena sebenarnya konsekuensinya pendirian bank sampah akan mempengaruhi kerjasama yang sudah dijalin antara pengurus RW 06 dengan dinas pertamanan dan kebersihan Kota Depok yang selama ini mengangkut sampah warga Azalea.”Truk yang mengangkut sampah warga ini biasanya membawa 5-7 orang staf pengumpul sampah. 1 orang yakni sopir saja yang sebenarnya dibayar dari kerjasama ini. Para staf tersebut mendapatkan keuntungan dari usaha mereka memilah-milah sampah hasil pengumpulan dari rumah-rumah warga itu. “Jadi sepanjang aktivitas bank sampah ini tidak mempengaruhi tukang pengumpul sampah yang datang bersama truk sampah ini saya kira tidak apa-apa”, ujar Jul Jahja.

Namun warga yang bernama Darso, buru-buru menambahkan,”berarti harus ada jaminan bahwa bank sampah ini bisa kontinyu, biar tidak menganggu ritme kerja pengangkutan sampah oleh dinas kebersihan dan pertamanan Kota Depok. Karena dikhawatirkan kalau tiba-tiba bank sampah ini berhenti beraktivitas, kemudian terjadi penumpukan sampah. Sementara truk pengangkut sampah hanya mengangkut sesuai kapasitasnya selama ini”.

Pengurus RW pun sepertinya juga tidak pernah menyinggung keberadaan bank sampah ini. Jadi bank sampah ini murni inisiatif beberapa ibu-ibu warga Azalea khususnya RT 01. Kalau dibilang negatif, tentu upaya ini sangat positif. Namun, bila dikapitalisasi menjadi gerakan bersama se-Azalea sepertinya masih sulit dan ada resistensi terhadap sistem yang selama ini sudah berjalan.

Paling tidak kita tidak ketinggalan dari daerah lain seperti Bank Sampah Malang (BSM), Bank sampah melati Bersih di Pamulang Tangerang Selatan, Koperasi Bank Sampah di kelurahan Malaka Sari, kecamatan Duren Sawit di Jakarta Timur, bank Sampah Kota Balikpapan, bank sampah Shodaqoh di Sukunan Kabupaten Sleman DIY. Beberapa tahun lalu sebenarnya pengurus RW 06 sudah pernah menginisiasi kursus pengolahan sampah dengan mengundang dinas kebersihan dan pertamanan Kota Depok. Kala itu warga diajari cara membuat kompos dan lobang biopori. Namun sepertinya hasil kursus itu juga tidak berlanjut.

Tinggalkan komentar